Senin, 14 Maret 2016

Alat kontrasepsi dalam rahim


Alat Kontrasepsi Dalam Rahim



Salah satu alat kontrasepsi jangka panjang yang kita kenal adalah IUD (Intrauterine Device) atau AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) atau yang sering disebut dengan spiral. IUD generasi sebelum berbentuk seperti spiral (sehingga sering disebut spiral). IUD yang saat ini digunakan berbentuk seperti huruf T, dengan lilitan tembaga pada badannya tanpa mengandung hormon. Namun, ada juga IUD jenis yang mengandung hormon progestin.

Rahim berbentuk seperti buah pir, terdiri dari tiga lapisan dengan rongga di bagian tengahnya. Lapisan paling dalam disebut endometrium, lapisan yang berisi otot rahim disebut myometrium, lapisan terluar disebut serosa. Di sisi bagian dalam dari endometrium terdapat rongga rahim tempat berkembangnya janin selama kehamilan. Sperma akan masuk membuahi sel telur melalui saluran serviks (cervical canal), lalu melalui rongga rahim (uterine cavity), kemudian masuk ke dalam tuba fallopi dan membuahi sel telur di sana.

IUD membentuk peradangan di dalam rongga uterus yang mengandung serabut-serabut fibrin, sel-sel fagosit, dan enzim proteolitik. Tembaga pada IUD akan terus menerus melepaskan logam dalam jumlah kecil yang menghasilkan respon peradangan. IUD menstimulasi pembentukan prostaglandin di dalam rahim yang berhubungan dengan kontraksi otot polos dan proses peradangan. Perubahan pada lingkungan di dalam rahim mencegah sperma melewati rahim sehingga mencegah terjadinya fertilisasi/pembuahan, hal ini yang mencegah terjadinya kehamilan. Melihat dari mekanisme kerjanya, IUD bukan termasuk ke dalam abortifacent.

Kontraindikasi dari IUD yang dikeluarkan oleh WHO diantaranya, kehamilan, sepsis puerperalis, Pelvic inflammatory disease, sedang menderita atau dalam 3 bulan terakhir menderita penyakit menular seksual (HIV tidak termasuk), kanker endometrium atau kanker serviks, perdarahan pervagina yang belum diketahui sebabnya, anomali uterus, dan myoma uteri yang mengubah rongga rahim. Sedangkan efek samping yang mungkin terjadi diantaranya adalah infeksi, ekspulsi, kehamilan ektopik, dan translokasi dengan angka yang kecil. Karena IUD tidak mengandung hormon, maka efek samping yang diakibatkan oleh hormon seperti peningkatan tekanan darah, kenaikan berat badan, gangguan metabolisme glukosa dan lemak.

Angka kegagalan (kehamilan) IUD mencapai hanya kurang dari 0,2 dari 100 wanita pertahun. IUD dapat digunakan hingga 5 – 10 tahun tergantung dari jenis IUD yang digunakan. Kontrol dapat dilakukan dengan melihat benang yang keluar dari ostium

Dengan angka kegagalan dan efek samping yang rendah, tidak memerlukan kontrol rutin setiap bulan, dapat digunakan hingga 5 – 10 tahun, reversibel, dan kesuburan yang tidak terganggu setelah pelepasan, IUD dapat menjadi alat kontrasepsi jangka panjang pilihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar